ALGORITMA DAN PUISI DI MATA RIRI SATRIA

  • Jul 28, 2024
  • Iin Muthia Nurdin
  • Puisi Rissa Churria, Sastra

Adakah kesamaan antara algoritma dan puisi? Saya menemukan sebuah kutipan yang ditulis oleh Riri Satria dalam buku puisinya Winter in Paris (2017) serta Metaverse (2022): “Bagi saya, matematika, algoritma, serta program komputer, memiliki satu kesamaan dengan puisi. Sama-sama merepresentasikan fenomena yang kompleks dengan simbol-simbol yang sederhana”. Bagi saya ini adalah ayat yang penting sebagai bahan tadabur dan tafakur.

Saya mungkin sudah puluhan kali mendengar kalimat tersebut dari sag penulis, Riri Satria, namun saya tidak dapat membayangkan apa yang dimaksud dengan kalimat itu. Gelitik penasaran saya bertambah ketika ada deret puisi terlintas dalam kotak pandora algoritma. Kalau bersentuh dengan dahsyatnya puisi, saya tentu paham, karena itu adalah dunia saya sehari-hari. Namun algoritma? Entahlah, dunia yang baru saya masuki, sedikit demi sedikit berkesempatan untuk mempelajari. Allah memperjalankan dan memberi peran saat ini, di bidang ini.

Dari berbagai referensi saya menyimpulkan bahwa algoritma adalah sekumpulan instruksi terbatas yang dilakukan dalam urutan tertentu untuk melakukan tugas yang spesifik. Algoritma sendiri telah ada sejak abad kesembilan yang pertama kali dibuat oleh seorang ahli matematika yaitu Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi atau biasa dikenal sebagai Muhammad Al-Khawarizmi. Kata “algoritma” sendiri berasal nama si ahli matematika tersebut, yaitu “Al-Khawarizmi” yang dalam aksen Barat dibaca “Algoritma”. Algoritma membentuk dasar pemrograman komputer atau coding dan digunakan untuk memecahkan masalah mulai dari yang sederhana yang kompleks seperti kecerdasan buatan (AI).

Lebih jauh ternyata algoritma tidak hanya digunakan untuk menyelesaikan masalah pada komputer melalui proises pemrograman, tetapi juga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Semua proses atau langkah prosedural biasanya memerlukan algoritma. Masalah dapat dipecahkan secara sistematis dengan menggunakan algoritma karena kita tahu langkah-langkah logis yang harus dijalan tahap demi tahap.

Pada suatu kesempatan saya menemani Riri Satria ketika menjadi narasumber pada sebuah seminar mengenai cyber security atau keamanan siber. Saya menyimak penjelasan apa yang sesugguhnya terjadi dengan Pusat Data Nasional (PDN) yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI. Penjelasan yang saya dengar PDN diserang hacker menggunakan ransomware. Data strategis nasional dikunci atau dikasih enkripsi sehingga tidak dapat diakses dan si hacker meminta tebusan Rp. 131 Miliar. Wow fantastis!

Namun yang menarik perhatian saya adalah ketika Riri Satria menjelaskan salah satu teknik hacking yang disebut SQL Injection. Ini adalah dengan cara menyusupkan potongan-potongan program ke dalam lalu lintas data di dunia siber lalu masuk ke dalam server yang menjadi target.  Algoritma SQL Injection ini banyak wujudnya, tergantung apa yang menjadi tujuan. Ini adalah teknik untuk membuka pintu masuk ke dalam sebuah sistem komputer. Ternyata algoritma dalam wujud potongan-potongan program pada SQL Injection ini mirip sekali dengan puisi. Simbol-simbolnya memang sederhana, bahkan lebih sederhana dibanding bahasa alami manusia atau natural language. Rupanya inilah yang dipergunakan sebagai pintu masuk untuk membobol server yang menjadi target.

Rupanya ini yang dimaksud oleh Riri Satria, di mana algoritma dalam wujud potongan-potongan program dengan simbol sederhana itu ternyata tidak sesederhana itu dampaknya. Itu mampu menciptakan geger nasional, dengan menyerang PDN, dan ternyata dahsyat sekali dampak dari algoritma dan program komputer itu.

Sekedar referensi, Riri Satria adalah seorang pakar digital sekaligus dosen untuk bidang ilmu komputer dan transformasi digital. Di samping itu dia adalah seorang pencinta puisi yang sudah menerbitkan beberapa buku kumpulan puisi serta buku kumpulan esai. Jadi Riri Satria memang berada di dua dunia, yaitu dunia ilmu komputer atau digital serta dunia puisi atau sastra pada umumnya.

Saya paham betapa dahsyatnya puisi sederhana seperti teks Sumpah Pemuda tahun 1928. Teks itu sanggup menggugah dan membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan pemuda untuk membawa Indonesia Merdeka tahun 1945. Ternyata tak kalah dahsyatnya algoritma, mampu melumpuhkan PDN, menciptakan geger nasional, dan melumpuhkan sebagian aktivitas di pemerintahan. Algoritma dan puisi, keduanya menggunakan simbol-simbol sederhana, namun punya daya ledak yang dahsyat luar biasa!

Jadi apakah kesamaan algoritma dan puisi di mata seorang Riri Satria? Pertama, sama-sama berbentuk potongan-potongan kalimat pendek atau kalimat tidak lengkap. Kedua, menggunakan simbol-simbol yang sederhana seperti huruf, angka, serta tanda baca lainnya. Ketiga, memiliki dampak yang dahsyat seperti efek sayap kupu-kupu atau butterfly effect, di mana perubahan kecil pada simbol dapat memberikan dampak perubahan yang besar. Keempat, sama-sama “menyampaikan pesan”, di mana puisi menyampaikan pesan batin dan juga penalaran, sementara algoritma menyampaikan pesan alam wujud systems thinking.

Jadi saya paham sekarang, apa yang dimaksud oleh pakar digital sekaligus penyair Riri Satria dengan quote pada awal tulisan ini, matematika, algoritma, serta program komputer, memiliki satu kesamaan dengan puisi, yaitu sama-sama merepresentasikan fenomena yang kompleks dengan simbol-simbol yang sederhana.

Bekasi, 17.07.2024

Rissa Churria - pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemeperhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) serta pengelola Rumah Baca Ceria (RBC), Anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI). Tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sampai saat ini sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, 1 buku Pedoman Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa, serta lebih dari 100 antologi bersama.