Air Mata Raven dan Kaka pada Piala AFF U19 Tahun 2024

  • Jul 31, 2024
  • Rastono Sumardi
  • Catatan Bangros, Artikel, Olahraga

Jujur saya merasa bangga bercampur sedih pasca Timnas juara Piala AFF U19. Bangga karena jadi King Indo. Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang menjadi musuh utama sudah bertekuk lutut. Bahasa anak alay, udah kaing..kaing.

Lalu sedih. Siapkan tisu dulu, wak. Sedih bukan karena saya dikatakan "Kafir Yahudi" oleh netizen negeri jiran. Bukan..! Sedih karena Jens Raven dan Arkhan Kaka dapat perlakuan berbeda. Padahal, sama-sama mengantarkan Timnas jadi King Indo. Inilah yang menjadi tema kita hari ini. 

Bagaikan adegan dramatis di sinetron, Jens Raven, sang gelandang serang Timnas membanjiri lapangan dengan air mata usai membawa Garuda Muda juara. Tangisannya begitu deras, seperti hujan di musim penghujan. Viral di media sosial, Raven menjadi bintang. Padahal, dia bukan lahir di Indonesia, hanya memiliki darah keturunan Nusantara. Tapi cintanya pada negeri ini begitu dalam, seperti cintanya orang Sambas dengan Bubur Paddas. Gol tunggal Raven mengantarkannya menjadi pahlawan. Ia pun disanjung dan dipuja oleh netizen +62 yang terkenal murah hati, soleh, dan suka menabung. 

Di sisi lain lapangan, Arkhan Kaka juga menangis. Bukan karena euforia kemenangan, melainkan karena serangan bully netizen. Ungkapan "Lari Kaka..!" yang terus-menerus diteriakkan seakan membuatnya tertusuk sembilu. Ayah Kaka sampai merasa perlu mencari Coach Justin yang sering kali menjelekkan anaknya di dunia maya. Itu kalau ketemu di lapangan bisa terjadi percarokan. Ironisnya, Kaka yang lahir dan besar di Indonesia mendapatkan perlakuan berbeda dari netizen. Seperti pepatah, "tak ada rotan, akar pun jadi," di dunia netizen Indonesia, tak ada prestasi, bully pun jadi. Sedih wak, terutama pada Kaka. Cuma, tak juga bisa dinasihati dengan gaya ustaz yang naik pajero untuk netizen agar tobat merujak Kaka. Namun, kalau mau dilihat sisi positifnya, justru bagus agar Kaka semakin kencang meningkatkan skill bolanya. Agar semakin kencang mengejar bola. 

Begitu menyedihkan melihat bagaimana cinta Raven pada Indonesia diiringi dengan tepukan meriah. Sementara Kaka,  seharusnya menjadi kebanggaan, harus menghadapi cemoohan yang seakan tak berkesudahan. Seolah-olah, air mata Raven adalah simbol dari harapan dan kebanggaan. Sementara air mata Kaka adalah cerminan dari rasa sakit dan penolakan. Inilah ironi sepak bola dan cinta netizen Indonesia, penuh dengan sarkasme dan ironi.

Puisi

Di balik riuh tepuk tangan,
Jens Raven menunduk,
Air matanya jatuh satu-satu,
Menjadi sungai kecil di pipinya.

Bukan tanah kelahirannya,
Namun cinta pada nusantara mengalir deras,
Seperti sungai yang tak pernah kering,
Mengalir menuju lautan harapan.

Gol tunggalnya menjadi kisah,
Dalam sejarah Garuda Muda,
Pujian melimpah dari setiap sudut negeri,
Menjadi pelukan hangat di malam dingin.

Namun di sisi lain cerita,
Ada Arkhan Kaka yang juga menangis,
Bukan karena kemenangan,
Tapi karena luka dari kata-kata.

"Lari Kaka...!" teriak netizen tanpa ampun,
Seperti sembilu yang merobek hati,
Ayahnya mencari perlindungan,
Dari dunia maya yang kejam.

Kaka lahir di sini, tumbuh di sini,
Namun cinta yang ia terima berbeda,
Seperti malam tanpa bintang,
Gelap dan tak bertepi.

Air mata Raven adalah kebanggaan,
Air mata Kaka adalah kesedihan,
Dua cerita dalam satu panggung,
Mengalun dalam simfoni yang emosional.

Di balik sorak dan cemooh,
Ada hati yang terluka,
Ada cinta yang tak berbalas,
Ada ironi dalam setiap hembusan napas.

Inilah kisah mereka,
Raven dan Kaka,
Dua pemain, dua air mata,
Dalam satu negeri, satu cinta yang berbeda.

 

Rosadi Jamani

#camanewak